21 Mar 2013

Lelaki Bermata Teduh (I)

Siang itu aku terburu-buru untuk bergegas ke kantin, maklum perutku sudah mengeluarkan nyanyian tadi karena seperti biasa aku lupa membawa sarapanku karena terburu-buru berangkat ke sekolah. Tiba-tiba ponselku bergetar. Aku melihat ke layar ponsel, ternyata Irvan yang mengirim pesan singkat kepadaku. Ia ingin menjemputku pulang sekolah sore ini agar bisa sekalian pergi berenang—karena memang pemandian umum itu tak jauh dari rumahku.

Aku membalas pesan itu dan mengiyakan keinginannya. Irvan adalah pacar baruku. Sudah sekitar tiga minggu kami jadian. Ia pemuda yang pendiam, kata teman-temanku. Bahkan kata mamanya ia agak bandel, namun tidak bagiku, dia hanya kurang bisa berkomunikasi dengan baik sehingga ia kurang bisa mengeluarkan ekspresi dan pendapatnya. Dia baik dan sopanhanya saja aku terkadang tidak paham benar apakah dia benar-benar mencintaiku atau tidak.

Tentu saja, hal ini membuatku ragu. Ditambah banyak teman yang mengingatkanku kalau bersamanya takkan mudah, mengingat di daerahku terdapat suatu mitos bahwa warga di barat sungai Brantas (kulon kali) tak akan mulus kehidupannya jika menikah dengan warga yang  berasal dari timur sungai (wetan kali). Jika hubungan di antara mereka dipaksakan, maka mereka akan tertimpa musibah atau kematian.

Sebenarnya aku sama sekali tidak percaya dengan hal itu, karena bagiku Allah-lah yang menentukan ajal manusia dan hanya dengan izin Allah-lah semua bisa terjadi, namun tetap saja hal ini mengganggu pikiranku karena aku tinggal di wetan kali dan Irvan berada di kulon kali. Aku tak ingin berpikir lebih jauh lagi karena sebenarnya aku juga belum tahu apakah aku benar-benar mencintai dirinyamaklum  baru tiga minggu lalu ia menyatakan cintanya.
---
Sore itu aku pulang diantar Irvan. Rasanya lelah sekali, namun aku senang hari ini hari terakhir sekolah, karena besok libur awal puasa dan akan masuk lagi setelah lebaran. Mungkin karena libur panjang itu, Irvan beralasan untuk menjemputku karena pasti kita tak akan bisa bertemu saat liburan karena keluargaku tak tahu bahwa kami berpacaran. Selain itu, pasti kita sibuk menghabiskan liburan ke luar kota untuk menghabiskan waktu liburan masing-masing. Aku memang beberapa kali pacaran, namun aku selalu menerapkan gaya pacaran yang sehat dan cerdas. Aku tak mau merusak hidupku hanya dengan mencintai seorang laki-laki.

Sebenarnya gaya pacaran seperti ini sangat sering membuatku patah hati, mungkin karena aku tak ingin disentuh oleh pacar-pacarku, namun aku sendiri memang sangat berharap ada seseorang yang tulus mencintai diriku. Memang tak mudah mendapatkan laki-laki yang seperti ini.

Liburan terasa berjalan begitu cepat. Tak terasa aku melewati hari raya dan mengunjungi sanak saudaraku dengan begitu menyenangkan. Hari ini adalah hari pertama masuk semester baru. Aku masih ingat hari itu adalah hari Senin. Hari itu cerah dan sekolahku mengadakan tradisi halalbihalal. Kami, para siswa, menyalami guru-guru dan setelah itu kakak-kakak kelas dan teman-teman kami. Setelah usai bersalaman dengan semuanya aku masuk ke dalam kelas dan berkumpul dengan teman-temanku.

Seketika itu pandanganku tertuju ke jendela. Aku melihat masih banyak kakak-kakak kelas yang masih saling bersalamanan. Aku melihat seseorang yang sangat menarik pandanganku dan seakan waktu berhenti berjalan . Serasa bumi berhenti berputar dan seketika itu dunia pun serasa hitam putih. Aku hanya melihat sosok di sanalah yang penuh warna—seperti di film-film ajanamun demikianlah yang aku rasa. Kemudian timbul di hatiku pertanyaan-pertanyaan dan rasa penasaran terhadap dirinya yang amat sangat.

Perasaan itu bukannya tak beralasan, namun dalam pandanganku aku melihat sosok yang begitu kharismatik yang terpancar dalam dirinya, dan dizaman seperti ini dan lingkungan sekolah yang bonafite seperti ini kok masih ada orang yang berpenampilan sederhana dan wajahnya yang teduh masih terbayang senyuman dan kharismanya yang mengusik pikiran dan perasaanku.

Itulah pertama kali aku melihatnya dan tertarik padanya. Sejak saat itu aku jadi terus ingin melihatnya dari jauh dan ingin mengetahui apa yang ia perbuat, tetapi aku selalu tak berani berpapasan atau berlalu di depannya. Jika hal itu terjadi, aku pasti lari sekencang-kencangnya, karena aku selalu tak kuasa menahan gejolak dan degup jantungku seakan berdentum kencang  jika tak sengaja melewatinya. Aku tak tahu perasaan apa ini dan bagaimana aku menjelaskannyayang pasti aku mulai menyukai sosok ini. Ya, dia lelaki bermata teduh.


Ditulis oleh:
Rahmah Hanggraini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Widget

Catatan | Bahasa, Linguistik, Sastra, Latar Belakang, Tokoh

Widget