18 Mar 2018

Urgensi Bahasa Arab dalam Menyongsong Indonesia di Masa Depan



Indonesia tengah menghadapi tantangan baru yaitu adanya isu-isu intoleransi dan ekstremisme. Apabila kita berselancar di media sosial, dapat terlihat bagaimana masalah ini terjadi. Fitur kolom komentar yang ada di platform media sosial acapkali menjadi arena debat terbuka bagi “sarjana internet” untuk mempertunjukkan “riset keilmuannya”. Adu fatwa akan tafsir Alquran, menyalahkan kelompok lain, dan mengancam umat yang berbeda agama, menjadi tontonan yang sering kita saksikan di media sosial. Padahal, jika diperhatikan lebih lanjut, mereka yang aktif debat kusir di kolom komentar tidak memiliki kemampuan yang mumpuni akan ilmu-ilmu agama serta bahasa Arab.
Umat Islam sebagai kelompok agama terbesar di Indonesia, memiliki peran yang signifikan dalam kemajuan NKRI. Pemahaman agama Islam yang baik, akan melahirkan akhlak serta penerapan agama yang baik pula. Islam Indonesia yang menjunjung tinggi persatuan serta toleransi merupakan komponen penting dalam kebudayaan Indonesia. Hal ini terbukti dalam sejarah perjuangan Indonesia, yaitu bagaimana para peletak dasar negara ini berani membuat keputusan besar untuk mengganti sila pertama pancasila demi merangkul umat beragama yang berbeda. Kesalahan dalam memahami agama yang melahirkan sikap intoleran, paham ekstrimisme, aksi-aksi terorisme, dan lain sebagainya menimbulkan pertanyaan besar di benak umat Islam Indonesia, apa yang sebenarnya terjadi?
Paham ekstremisme dan tindakan terorisme sejatinya tidak pernah dikenal dalam Alquran, hadis,maupun liturgi-liturgi Islam lainnya. Kesalahpahaman ini lahir dari adanya misinterpretasi ayat maupun dalil yang ada dalam Alquran. Misalnya, mengenai makna kata jihad. Menurut bahasa, jihad berasal dari kata jahada yang memiliki arti ‘bersungguh-sungguh’. Jihad tidak hanya dimaknai sebagai perang, tetapi jugabisa dipahamisebagai usaha sungguh-sungguh dalam melakukan kebaikan. Seseorang yang mengorbankan hartanya untuk membantu orang lain dapat dikatakan berjihad. Begitupun dengan seorang pelajar yang sungguh-sungguh belajar agar dapat mengamalkan ilmunya bagi kebermanfaatan masyarakat, juga sedang melakukan jihad. Pemahaman yang tekstual dan parsial akan dalil serta disertai minimnya kemampuan agama juga bahasa Arab menciptakan misinterpretasi makna dari dalil tersebut. Jika hal ini terjadi, akan lahir kelompok-kelompok yang melakukan tindak kekerasan, aksi main hakim sendiri atas dasar “seruan agama”, dan sebagainya.
Untukbisa memahami agama Islam dengan seutuhnya, sudah barang tentu seseorang harus memiliki kemahiran dalam berbahasa Arab. Mempelajari bahasa Arab tidak kalahpentingnya untuk dipelajari bagi setiap orang seperti mempelajari bahasa asing yang lainnya. Setidaknya terdapat enam alasan masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, harus bisa berbahasa Arab. Pertama, bahasa Arab adalah bahasa Alquran. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Q.S.Yusuf (12):2 dan Q.S. an-Nahl(16):103. Memahami bahasa Arab akan mempermudah seseorang untuk memahami agama Islam. Kedua, bahasa Arab adalah salah satu dari enam bahasa resmi yang digunakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Lima bahasa lainnya adalah Inggris, Prancis, China, Spanyol, dan Rusia. Ketiga, bahasa Arab bersama bahasa Latin dan Sanskerta merupakan kelompok bahasa yang besar dan tua. Mempelajari bahasa Arab membuka jalan bagi kita dalam memahami sejarah peradaban manusia karena bangsa Arab merupakan bangsa yang memiliki sumbangsih besar dalam peradaban modern. Hanya bahasa Arablah yang bertahan digunakan sebagai bahasa resmi bagi 22 negara di duniakarena terus dipertahankan oleh liturgi-liturgi umat Islam dan aktif dipakai para penggunanya. Keempat, bahasa Arab digunakan di 22 negara Liga Arab. Indonesia pun telah menjalin kerjasama strategis dengan negara-negara Arab dalam berbagai macam sektor seperti minyak dan pertahanan. Kelima, terdapat sekitar 20 persen kosakata dalam bahasa Indonesia yang merupakan serapan dari bahasa Arab. Hal ini memiliki arti, bahasa Arab dan bangsa Arab mempunyai hubungan historis yang erat dengan kebudayaan Indonesia sehingga dengan memahami bahasa Arab, kita akan lebih mudah dalam menulusuri budaya maupun identitas kebangsaan kita. Terakhir, banyak dari warga Indonesia yang bekerja di negara-negara Arab dalam berbagai bidang. Hal ini menjadi vital bagi pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi kemampuan bahasa Arab bagi penduduknya agar dapat berkomunikasi dan memahami masyarakat Arab.
Sebelum individu dikatakan mendapat legalitas sebagai seorang ulama yang bisa menafsirkan ayat-ayat Alquran maupun hadisNabi, mereka harus menguasai ilmu bahasa (linguistik) Arab dan ilmu-ilmu agama Islam lainnya. Sebut saja di antaranya adalah ilmu qawā‘id (gramatika Arab) yang terdiri dari ilmu nahu (sintaksis) dan saraf (morfologi) yang ada dalam linguistik Arab. Saraf atau morfologi adalah ilmu mengenai kata. Sementara, sintaksis merupakan ilmu bahasa yang mengkaji pada tingkatan frasa, klausa, dan kalimat. Dalam bahasa Arab, i‘rabatau perubahan bunyi akhir kata merupakan bagian dari ilmu sintaksis ini. Menguasaiilmu-ilmu tersebut pun memerlukan kesungguhan dan waktu yang tidak sebentar. Ilmu gramatika Arab berguna salah satunya untuk membaca teks-teks yang tidak berharakat (gundul) serta memahami makna kalimat dalambahasa tersebut. Namun, banyak dari umat Islam–khususnya di Indonesia–yang tidak memiliki kecakapan berbahasa Arab. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya fasilitas dari pemerintah berupa pembelajaran khusus mengenai bahasa Arab di sekolah-sekolah umum maupun kurangnya kesadaran masyarakat sendiri mengenai pentingnya berbahasa Arab.
Di tengah dinamika yang tidak menentu akan stabilitas dunia, ancaman-ancamanterutama dari segi ideologi menjadi rawan bagi Indonesia. Paham takfiri (mengafirkan kelompok lain) dan paham-paham yang serupa dikhawatirkan menggeser nilai-nilai inklusivitas Islam Indonesia. Namun, yang menjadi persoalan adalah banyak dari umat Islammemiliki keinginan tinggi untuk mempelajari agama, tetapi tidak mendapat fasilitas pembelajaran agama yang tepat atau hanya belajar secara mandiri dengan media internet serta buku-buku. Pada dasarnya, hal ini bisa saja dilakukan mengingat tersedianya kemudahan di era modern seperti saat ini, tetapi akan menjadi masalah jika kita tidak memiliki pedoman dan dasar yang kuat terlebih dahulu sertahanya mencari tahu suatu perkara agama melalui konten-konten yang tidak jelas kebenaran maupun sumbernya.

Seseorang yang tidak memiliki kemampuan dalam berbahasa Arab kerap menafsirkan suatu ayat Alquran ataupun hadis hanya bermodalkan terjemahannya. Apabila hal ini terjadi, akan timbulmisinterpretasi berupa gejala pemahaman dalil secara tekstual tanpa menilik kontekstualitas seperti  maksud ayat, makna, sejarah, dan lain-lain dalam memahami maksud ayat tersebut. Dengan demikian, umat Islam Indonesia akan semakin kuat dan toleran apabila memiliki kemampuan dalam berbahasa Arab. Keilmuan yang mumpuni dalam berbahasa Arab akan membentuk pemahaman agama Islam yang baik, komprehensif, dan inklusif sehingga potensi perpecahan serta bentuk-bentuk eksklusivitas dengan sendirinya akan tererosi dalam kehidupan berbangsa di NKRI. Akhirnya, negara ini pun bisa lebih berfokus pada program pembangunan serta kegiatan yang produktif untuk masa depan.




Ditulis oleh : Farid Mubarok, Sastra arab 2017



Widget

Catatan | Bahasa, Linguistik, Sastra, Latar Belakang, Tokoh

Widget